GARDAPONOROGO: Ribuan Klien Pemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) di seluruh Indonesia serentak menggelar aksi bersih-bersih lingkungan, Kamis (26/6).
Kegiatan ini menjadi langkah awal kesiapan sistem Pemasyarakatan dalam menyambut penerapan pidana alternatif sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan berlaku pada 2026.
Aksi sosial yang dipusatkan di Perkampungan Budaya Betawi, Srengseng Sawah, Jakarta, secara resmi diluncurkan oleh Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (IMIPAS) Agus Andrianto.
Dalam sambutannya, Agus menyampaikan bahwa aksi bersih-bersih yang dilakukan Klien Bapas merupakan bentuk nyata kesiapan Pemasyarakatan dalam mengimplementasikan pidana kerja sosial sebagai bagian dari reformasi pemidanaan.
“Hari ini kita buktikan bahwa Klien Pemasyarakatan mampu berkontribusi positif kepada masyarakat. Ini bukan hanya persiapan, tetapi juga implementasi awal pidana kerja sosial yang akan menjadi bagian penting dalam KUHP baru,” tegas Agus.
Aksi serentak ini melibatkan lebih dari 150 klien di Jakarta dan dilaksanakan serempak oleh Klien Bapas di 94 Balai Pemasyarakatan seluruh Indonesia.
Para klien dengan antusias membersihkan area publik seperti taman, fasilitas umum, hingga danau di sekitar lokasi kegiatan.
Menteri Agus menjelaskan bahwa pidana kerja sosial yang diatur dalam KUHP baru bukan sekadar hukuman ringan, tetapi memiliki makna besar sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial bagi klien.
“Ini adalah wujud pengembalian mereka kepada masyarakat atas kesalahan yang pernah dilakukan, sekaligus memberi manfaat sosial secara langsung,” katanya.
Ia juga menekankan bahwa pidana alternatif ini diharapkan menjadi solusi untuk mengurangi overcrowding di lembaga pemasyarakatan yang selama ini menjadi persoalan serius.
Menteri Agus menilai keberhasilan penerapan diversi dan pidana non-penjara pada Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) harus menjadi contoh dalam pelaksanaan pidana bagi orang dewasa.
“Kita pernah berhasil menurunkan jumlah anak di lapas dari 7.000 menjadi sekitar 2.000 sejak diterapkannya UU Sistem Peradilan Pidana Anak pada 2012. Keberhasilan ini harus kita ulangi untuk klien dewasa melalui pidana alternatif,” tegasnya.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Prof. Harkristuti Harkrisnowo yang turut hadir, menyebut aksi bersih-bersih ini sebagai contoh konkret pelaksanaan pidana kerja sosial yang akan terus dikembangkan.
Ia menambahkan bahwa bentuk pidana sosial lainnya seperti pelayanan di panti sosial, sekolah, hingga lembaga rehabilitasi tengah dipersiapkan sebagai bagian dari implementasi pidana alternatif.
Prof. Harkristuti juga menyoroti pentingnya dukungan terhadap kualitas dan jumlah Pembimbing Kemasyarakatan (PK) agar pelaksanaan pidana alternatif berjalan optimal. Permintaan tersebut disambut baik oleh Menteri IMIPAS.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pemasyarakatan Mashudi memastikan bahwa jajaran Pemasyarakatan siap melaksanakan pidana alternatif mulai dari pra-adjudikasi, adjudikasi, hingga post-adjudikasi.
"Pemasyarakatan harus hadir dan bermanfaat nyata bagi masyarakat," ujarnya.
Aksi sosial ini akan terus dilaksanakan secara rutin setiap bulan hingga KUHP baru resmi diterapkan pada 2026. Gerakan ini diharapkan menjadi fondasi bagi sistem pidana yang lebih humanis dan berbasis keadilan restoratif.
Acara turut dihadiri perwakilan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pimpinan tinggi Kementerian IMIPAS, aparat penegak hukum, dan stakeholder terkait yang juga mengikuti secara daring dari seluruh wilayah Indonesia. (Hms/Red)
Posting Komentar